BADAN KEPEGAWAIAN, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KABUPATEN BENGKALIS

Bengkalis, Riau, Indonesia. 28751
  01 October 2020 | DIBACA : 498 KALI

Pilkada 2020 : ASN Netral - ASN Profesional

 PKAIN | Id

BKPP - Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Pemerintah Daerah berperan penting dalam hal tersebut karena memiliki kewenangan, mulai dari penyusunan program hingga pengalokasian anggaran. Sesuai peraturan perundang-undangan, dalam jangka waktu enam bulan sebelum penetapan pasangan calon (paslon) kepala daerah tidak diperkenankan melakukan mutasi pejabat kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.

Penetapan Paslon pada 23 September 2020 lalu, artinya dihitung mundur ke belakang dari tanggal tersebut bagi daerah yang melaksanakan pilkada tidak boleh terjadi perombakan pejabat. Jika merujuk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 16 Tahun 2020 tentang tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan pilkada, pada pertengahan Juni, KPU membuka pendaftaran pasangan calon dari partai politik dan/atau gabungan partai politik. Tahapan pencalonan ini dinilai menjadi salah satu titik rawan netralitas ASN. Tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa kasus ketidaknetralan ASN dalam Pilkada terutama memasuki tahapan pencalonan dan kampanye selalu marak terjadi.

Pilkada serentak 2018 silam, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia mencatat adanya 721 kasus pelanggaran netralitas ASN. Hal ini menandakan bahwa ternyata akar persoalan netralitas ASN belum ada solusi yang konkret. Menurut Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020, ketidaknetralan ASN berada di peringkat teratas, yakni sejumlah 167 kabupaten/kota dari 270 daerah. Hal ini tentunya menjadi isu strategis atas keberpihakan aparatur pemerintah dalam mendukung dan  memfasilitasi peserta pilkada (Bawaslu RI, 2020). Politisasi pada bidang birokrasi telah menimbulkan banyak persoalan, tidak hanya berdampak pada proses dan hasil demokrasi, tetapi juga penyalahgunakan anggaran pemerintah daerah. Selanjutnya muncul program yang seolah-olah digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat, padahal ditunggangi kepentingan politik.

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil telah secara jelas menyebutkan nilai-nilai dasar yang harus dijunjung tinggi oleh pegawai negeri sipil. Nilai-nilai dasar itu adalah ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kesetian dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, semangat nasionalisme, mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan, ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan, penghormatan terhadap hak asasi manusia, tidak diskriminatif, profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi dan semangat jiwa korps. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menyatakan bahwa pegawai ASN terdiri atas PNS dan PPPK. Lebih lanjut dalam Pasal 9 ayat (2) menyampaikan, Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Hal senada juga terdapat dalam UU Pilkada bahwa ASN dilarang untuk terlibat dalam kegiatan kampanye serta membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan dan merugikan salah satu pasangan calon. PNS dilarang melakukan foto bersama dengan bakal pasangan calon dengan mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan serta menjadi narasumber dalam kegiatan partai politik. Apabila terdapat ASN yang terbukti melanggar, maka akan dikenai sanksi hukuman disiplin ringan sampai berat.

Kerjasama semua pihak dalam pengawasan sangat diharapkan, seperti di media sosial dan aktifitas ASN lain yang mengindikasi pada ketidaknetralan. Bawaslu harus menindak segala bentuk pelanggaran tanpa pandang bulu. Harapannya, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dapat memberikan sanksi tegas kepada ASN yang terbukti melakukan aktifitas politik agar dapat membuat efek jera bagi ASN lainnya. Kepada para ASN tetaplah mempertahankan profesionalisme, akuntabilitas, responsibilitas, akseptabilitas, serta integritas birokrasi untuk tidak terpengaruh pada kepentingan politik penguasa. Utamakan pelayanan prima kepada publik dengan sebaik-baiknya, wujudkan ASN Netral, ASN Profesional. ***